- Back to Home »
- Cerita Humor »
- Lolos Dari Maut
Posted by : Ari Sutrisno
September 13, 2012
Karena dianggap hampir membunuh
Baginda maka Abu Nawas mendapat celaka. Dengan kekuasaan yang absolut Baginda
memerintahkan prajurit-prajuritnya langsung menangkap dan menyeret Abu Nawas
untuk dijebloskan ke penjara.
Waktu itu Abu Nawas
sedang bekerja di ladang karena musim tanam kentang akan tiba. Ketika para
prajurit kerajaan tiba, ia sedang mencangkul. Dan tanpa alasan yang jelas mereka
langsung menyeret Abu Nawas sesuai dengan titah Baginda. Abu Nawas tidak
berkutik. Kini ia mendekam di dalam penjara.
Beberapa hari lagi
kentang-kentang itu harus ditanam. Sedangkan istrinya tidak cukup kuat untuk
melakukan pencangkulan. Abu Nawas tahu bahwa tetangga-tetangganya tidak akan
bersedia membantu istrinya sebab mereka juga sibuk dengan pekerjaan mereka
masing-masing. Tidak ada yang bisa dilakukan di dalam 'penjara kecuali mencari
jalan keluar.
Seperti biasa Abu Nawas
tidak bisa tidur dan tidak enak makan. la hanya makan sedikit. Sudah dua hari ia
meringkuk di dalam penjara. Wajahnya murung.
Hari ketiga Abu Nawas
memanggil seorang pengawal. "Bisakah aku minta tolong kepadamu?" kata Abu Nawas
membuka pembicaraan.
"Apa itu?" kata pengawal
itu tanpa gairah.
"Aku ingin pinjam pensil
dan selembar kertas. Aku ingin menulis surat untuk istriku. Aku harus
menyampaikan sebuah rahasia penting yang hanya boleh diketahui oleh istriku
saja."
Pengawal itu berpikir
sejenak lalu pergi meninggalkan Abu Nawas.
Ternyata pengawal itu
merighadap Baginda Raja untuk melapor.
Mendengar laporan dari
pengawal, Baginda segera menyediakan apa yang diminta Abu Nawas. Dalam hati,
Baginda bergumam mungkin kali ini ia bisa mengalahkan Abu Nawas:
Abu Nawas menulis surat
yang berbunyi: "Wahai istriku, janganlah engkau sekali-kali menggali ladang kita
karena aku menyembunyikan harta karun dan senjata di situ. Dan tolong jangan
bercerita kepada siapa pun."
Tentu saja surat itu
dibaca oleh Baginda karena beliau ingin tahu apa sebenarnya rahasia Abu Nawas.
Setelah membaca surat itu Baginda merasa puas dan langsung memerintahkan
beberapa pekerja istana untuk menggali ladang Abu Nawas. Dengan peralatan yarig
dibutuhkan mereka berangkat dan langsung menggali ladang Abu Nawas. Istri Abu
Nawas merasa heran. Mungkinkah suaminya minta tolong pada mereka?
Pertanyaan itu tidak
terjawab karena mereka kembali ke istana tanpa pamit. Mereka hanya menyerahkan
surat Abu Nawas kepadanya.
Lima hari kemudian Abu
Nawas menerima surat dari istrinya. Surat itu berbunyi: "Mungkin suratmu dibaca
sebelum diserahkan kepadaku. Karena beberapa pekerja istana datang ke sini dua
hari yang lalu, mereka menggali seluruh ladang kita. Lalu apa yang harus
kukerjakan sekarang?"
Rupanya istrinya Abu
Nawas belum mengerti muslihat suaminya. Tetapi dengan bijaksana Abu Nawas
membalas: "Sekarang engkau bisa menanam kentang di ladang tanpa harus menggali, wahai
istriku."
Kali ini Baginda tidak
bersedia membaca surat Abu Nawas lagi. Bagi.nda makin mengakui keluarbiasaan
akal Abu Nawas. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih bisa melakukan
pencangkulan.
********
Abu Nawas masih mengeram
di penjara. Namun begitu Abu Nawas masih bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan
memakai tangan orang lain.
Baginda berpikir.
Sejenak kemudian beliau segera memerintahkan sipir penjara untuk membebaskan Abu
Nawas. Baginda Raja tidak ingin menanggung resiko yang lebih buruk. Karena akal
Abu Nawas tidak bisa ditebak. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih
sanggup menyusahkan prang. Keputusan yang dibuat Baginda Raja untuk melepaskan
Abu Nawas memang sangat tepat. Karena bila sampai Abu Nawas bertambah sakit hati
maka tidak mustahil kesusahan yang akan ditimbulkan akan semakin
gawat.
Kini hidung Abu Nawas
sudah bisa menghisap udara kebebasan di luar. Istri Abu Nawas menyambut gembira
kedatangan suami yang selama ini sangat dirindukan. Abu Nawas juga riang.
Apalagi melihat tanaman kentangnya akan membuahkan hasil yang bisa dipetik dalam
waktu dekat.
Abu Nawas memang girang
bukan kepalang tetapi ia juga merasa gundah. Bagaimana Abu Nawas tidak merasa
gundah gulana sebab Baginda sudah tidak lagi memakai perangkap untuk
memenjarakan dirinya. Tetapi Baginda Raja langsung memenjarakannya. Maka tidak
mustahil bila suatu ketika nanti Baginda langsung menjatuhkan hukuman pancung.
Abu Nawas yakin bahwa saat ini Baginda pasti sedang merencanakan sesuatu. Abu
Nawas menyiapkan payung untuk menyambut hujan yang akan diciptakan Baginda Raja.
Pada hari itu Abu Nawas mengumumkan dirinya sebagai ahli nujum atau tukang ramal
nasib.
Sejak membuka praktek
ramal-meramal nasib, Abu Nawas sering mendapat panggilan dari orang-orang
terkenal. Kini Abu Nawas tidak saja dikenal sebagai orang yang hartdal daiam
menciptakan gelak tawa tetapi juga sebagai ahli ramal yang jitu.
Mendengar Abu Nawas
mendadak menjadi ahli ramal maka Baginda Raja Harun Al
Rasyid merasa khawatir. Baginda curiga jangan-jangan Abu Nawas bisa
mem-bahayakan kerajaan. Maka tanpa pikir panjang Abu Nawas ditangkap.
Abu Nawas sejak semula
yakin Baginda Raja kali ini berniat akan menghabisi riwayatnya. Tetapi Abu Nawas
tidak begitu merasa gentar. Mungkin Abu Nawas sudah mempersiapkan
tameng.
Setelah beberapa hari
meringkuk di dalam penjara, Abu Nawas digiring menuju tempat kematian. Tukang
penggal kepala sudah menunggu dengan pedang yang baru diasah. Abu Nawas
menghampiri tempat penjagalan dengan amat tenang. Baginda merasa kagum terhadap
ketegaran Abu Nawas. Tetapi Baginda juga bertanya-tanya dalam hati mengapa Abu
Nawas begitu tabah menghadapi detik-detik terakhir hidupnya. Ketika algojo sudah
siap mengayunkan pedang, Abu Nawas tertawa-tawa sehingga Baginda menangguhkan
pemancungan.
Beliau bertanya, "Hai
Abu Nawas, apakah engkau tidak merasa ngeri menghadapi pedang
algojo?"
"Ngeri Tuanku yang
mulia, tetapi hamba juga merasa gembira." jawab Abu Nawas
sambil tersenyum.
"Engkau merasa gembira?"
tanya Baginda kaget.
"Betul Baginda yang
mulia, karena tepat tiga hari setelah kematian hamba, maka Baginda pun akan
mangkat menyusul hamba ke Hang lahat, karena hamba tidak bersalah sedikit pun."
kata Abu Nawas tetap tenang.
Baginda gemetar
mendengar ucapan Abu Nawas. dan tentu saja hukuman pancung
dibatalkan.
Abu Nawas digiring
kembali ke penjara. Baginda memerintahkan agar Abu Nawas diperlakukan istimewa.
Malah Baginda memerintahkan supaya Abu Nawas disuguhi hidangan yang enak-enak.
Tetapi Abu Nawas tetap tidak kerasa tinggal di penjara. Abu Nawas berpesan dan
setengah mengancam kepada penjaga penjara bahwa bila ia terus-menerus
mendekam dalam penjara ia bisa jatuh sakit atau
meninggal Baginda Raja terpaksa membebaskan Abu Nawas setelah mendengar
penuturan penjaga penjara.
*****
Cita-cita atau obsesi
menghukum Abu Nawas sebenarnya masih bergolak, namun Baginda merasa kehabisan
akal untuk menjebak Abu Nawas.
Seorang penasihat
kerajaan kepercayaan Baginda Raja menyarankan agar Baginda memanggil seorang
ilmuwan-ulama yang berilmu tinggi untuk menandingi Abu Nawas. Pasti masih ada
peluang untuk mencari kelemahan Abu Nawas. Menjebak pencuri harus dengan
pencuri.Dan ulama dengan ulama. Baginda menerima usul yang cemerlang itu dengan
hati bulat.
Setelah ulama yang
berilmu tinggi berhasil ditemukan, Baginda Raja menanyakan cara terbaik menjerat
Abu Nawas. Ulama itu memberi tahu cara-cara yang paling jitu kepada Baginda Raja.
Baginda Raja manggut-manggut setuju. Wajah Baginda tidak lagi murung. Apalagi
ulama itu menegaskan bahwa ramalan Abu Nawas tentang takdir kematian Baginda
Raja sama sekali tidak mempunyai dasar yang kuat. Tiada seorang pun manusia yang
tahu kapan dan di bumi mana ia akan mati apalagi tentang ajal orang
lain.
Ulama andalan Baginda
Raja mulai mengadakan persiapan seperlunya untuk memberikan pukulan fatal bagi
Abu Nawas. Siasat pun dijalankan sesuai rencana. Abu Nawas terjerembab ke lubang
siasat sang ulama. Abu Nawas melakukan kesalahan yang bisa menghantarnya ke
tiang gantungan atau tempat pemancungan.
Benarlah peribahasa yang
berbunyi sepandai-pandai tupai melompat pasti suatu saat akan terpeleset. Kini,
Abu Nawas benar-benar mati kutu. Sebentar lagi ia akan dihukum mati karena
jebakan sang ilmuwan-ulama.
Benarkah Abu Nawas sudah
keok?
Kita lihat saja
nanti.
Banyak orang yang merasa
simpati atas nasib Abu Nawas, terutama orang-orang miskin dan tertindas yang
pernah ditolongnya. Namun derai air mata para pecinta dan pengagum Abu Nawas tak
akan mampu menghentikan hukuman mati yang akan dijatuhkan.
Baginda Raja Harun Al
Rasyid benar-benar menikmati kernenangannya. Belum pernah Baginda terlihat
seriang sekarang.
Keyakinan orang banyak
bertambah mantap. Hanya sat orang yang tetap tidak yakin bahwa hidup Abu Nawas
aka berakhir setragis itu, yaitu istri Abu Nawas. Bukankah Alia Azza Wa Jalla
lebih dekat daripada urat leher. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah Yang
Maha Gagah. Dan kematian adalah mutlak urusan-Nya. Semakin dekat hukuman mati
bagi Abu Nawas. Orang banyak semakin resah. Tetapi bagi Abu Nawas malah
sebaliknya. Semakin dekat hukuman bagi dirinya, semakin tegar hatinya.
Baginda Raja tahu bahwa
ketenangan yang ditampilkan Abu Nawas hanyalah merupakan bagian dari tipu
dayanya. Tetapi Baginda Raja telah bersumpah pada diri sendiri bahwa beliau
tidak akan terkecoh untuk kedua kalinya. Sebaliknya Abu Nawas juga yakin, selama
nyawa masih melekat maka harapan akan terus menyertainya. Tuhan tidak mungkin
menciptakan alam semesta ini tanpa ditaburi harapan-harapan yang menjanjikan.
Bahkan dalam keadaan yang bagaimanapun gawatnya.
Keyakinan seperti inilah
yang tidak dimiliki oleh Baginda Raja dan ulama itu. Seketika suasana menjadi
hening, sewaktu Bagin Raja memberi sambutan singkattentang akan dilaksanakan
hukuman mati atas diri terpidana mati Abu Nawas. Kemudian tanpa memperpanjang
waktu lagi Baginda Raja menanyakan permintaan terakhir Abu Nawas. Dan pertanyaan
inilah yang paling dinanti-nantikan Abu Nawas.
"Adakah permintaan yang
terakhir"
"Ada Paduka yang mulia."
jawab Abu Nawas singkat.
"Sebutkan." kata
Baginda.
"Sudilah kiranya hamba
diperkenankan memilih hukuman mati yang hamba anggap
cocok wahai Baginda yang mulia." pinta Abu Nawas.
"Baiklah." kata Baginda
menyetujui permintaan Abu Nawas..
"Paduka yang
mulia, yang hamba pinta adalah bila pilihan hamba benar hamba bersedia dihukum
pancung, tetapi jika pilihan hamba dianggap salah maka hamba dihukum gantung
saja." kata Abu
Nawas memohon.
"Engkau memang orang
yang aneh. Dalam saat-saat yang amat genting pun engkau masih sempat bersenda
gurau. Tetapi ketahuilah bagiku segala tipu muslihatmu hari ini tak akan bisa
membawamu kemana-mana." kata Baginda sambil tertawa.
"Hamba tidak bersenda
gurau Paduka yang mulia." kata Abu Nawas bersungguh-sungguh.
Baginda makin
terpingkal-pingkal. Belum selesai Baginda Raja tertawa-tawa, Abu Nawas berteriak
dengan nyaring.
"Hamba minta dihukum
pancung!"
Semua yang hadir kaget.
Orang banyak belum mengerti mengapa Abu Nawas membuat keputusan begitu. Tetapi
kecerdasan otak Baginda Raja menangkap sesuatu yang lain. Sehingga tawa Baginda
yang semula berderai-derai mendadak terhenti. Kening Baginda berkenyit mendengar
ucapan Abu Nawas. Baginda Raja tidak berani menarik kata-katanya
karena disaksikan oleh ribuan rakyatnya.
Beliau sudah terlanjur
mengabulkan Abu Nawas menentukan hukuman mati yang paling cocok untuk
dirinya.
Kini kesempatan Abu
Nawas membela diri.
"Baginda yang
mulia, hamba tadi mengatakan bahwa hamba akan dihukum pancung. Kalau pilihan
hamba benar maka hamba dihukum gantung. Tetapi di manakah letak kesalahan
pilihan hamba sehingga hamba hams dihukum gantung. Padahal hamba telah memilih
hukuman pancung?"
Olah kata Abu Nawas
memaksa Baginda Raja dan ulama itu tercengang. Benar-benar luar biasa otak Abu
Nawas ini. Rasanya tidak ada lagi manusia pintar selain Abu Nawas di negeri
Baghdad ini.
"Abu Nawas aku
mengampunimu, tapi sekarang jawablah pertanyaanku ini. Berapa banyakkah bintang
di langit?"
"Oh, gampang sekali
Tuanku."
"Iya, tapi berapa,
seratus juta, seratus milyar?" tanya Baginda.
"Bukan Tuanku, cuma
sebanyak pasir di pantai."
"Kau ini.... bagaimana
bisa orang menghitung pasir di pantai?"
"Bagaimana pula orang
bisa menghitung bintang di langit?"
"Ha ha ha ha ha...! Kau
memang penggeli hati.
Kau adalah pelipur
laraku. Abu Nawas mulai sekarang jangan segan-segan, sering-seringlah datang ke
istanaku. Aku ingin selalu mendengar lelucon-leluconmu yang baru!"
"Siap Baginda
!"